Momentum – Dinilai langka, masyarakat di sejumlah wilayah Indonesia berbondong-bondong antre
untuk mendapatkan LPG 3 kg pada pangkalan resmi. Hal ini muncul seiring dengan pemberlakuan
kebijakan baru dari pemerintah, pada tanggal 1 Februari 2025 terkait larangan penjualan eceran LPG
3 kg dan mengalihkan penjualan tersebut ke pangkalan resmi PT Pertamina.
Menteri Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM), Bahlil Lahadalia, mengatakan bahwa tujuan
diberlakukannya kebijakan ini adalah untuk memastikan distribusi LPG 3 kg tepat sasaran dan dapat
dimanfaatkan oleh masyarakat yang membutuhkan. Selain itu, pendistribusian tanpa ada perantara
pengecer menjadi efisien dan mencegah terjadinya permainan harga.
Alih-alih membuat tenang masyarakat, kebijakan tersebut justru mengakibatkan masyarakat dilanda
keresahan karena sulit untuk membeli LPG 3 kg. Sejumlah warung yang biasanya menyediakan LPG
3 kg mulai kehabisan stok yang membuat adanya persepsi “kelangkaan LPG 3 kg dan melonjaknya
harga”. Kebijakan ini menuai ketidakpuasan, khususnya bagi masyarakat yang tinggal di pelosok.
Masyarakat sekitar harus menempuh jarak yang jauh untuk pergi ke pangkalan resmi.
Beberapa pangkalan resmi kini memberlakukan prosedur tambahan, seperti kewajiban membawa
fotokopi KTP, yang menyebabkan konsumen harus antre panjang dan lama. Kebijakan ini sempat
memicu bentrokan kecil di masyarakat yang berebut mendapatkan LPG 3 kg. Para lansia kelelahan
karena harus berdiri lama dan berjalan jauh untuk membeli LPG 3 kg.
Antrean panjang juga terjadi, menyebabkan kemacetan lalu lintas. Di Pamulang Barat, Kota
Tangerang Selatan, seorang ibu rumah tangga berusia 62 tahun, meninggal dunia usai mengantre LPG
3 kg lebih dari 1 jam. Ia merupakan penjual nasi uduk yang diduga kelelahan setelah berjualan
berjam-jam dan harus antre untuk membeli LPG 3 kg. Peristiwa ini memicu kemarahan publik dan
menjadi simbol nyata betapa beratnya beban yang harus ditanggung masyarakat akibat kebijakan baru
tersebut.
Hal ini juga berdampak pada UMKM, yaitu daya beli turun sehingga pendapatan menurun drastis.
Beberapa UMKM terpaksa tutup sementara karena tidak mampu mendapatkan pasokan LPG yang
stabil. Penjual eceran harus melakukan pendaftaran diri sebagai pangkalan atau sub-penyalur resmi
untuk dapat menjual LPG 3 kg. Proses pendaftaran dilakukan melalui Sistem Online Single
Submission (OSS) guna memperoleh Nomor Induk Berusaha (NIB).
Menanggapi kerusuhan yang terjadi di kalangan masyarakat, DPR mendesak Bahlil cabut kebijakan
yang melarang penjualan gas 3 kilogram melalui pengecer dalam rapat kerja Bersama Menteri ESDM,
bertempat Komplek Parlemen, Senayan, Jakarta, Senin (3/2/2025).
“Hari ini betul-betul sedang heboh persoalan masalah kelangkaan gas 3 kilogram, saya memohon
dalam rapat pertemuan pada sore hari ini, cabut segera. Cabut, tarik dan sampaikan kepada pertamina
menunda sementara untuk pemberian izin kepada pengecer itu—nanti, setelah sudah ada ketentuan
yang baru,” ucap Zulfikari Hamongan, Anggota Komisi XII DPR RI.
Bahlil kemudian menegaskan akan berkomitmen memperbaiki tata kelola kerja sama dengan
pertamina dalam mendistribusikan LPG yang bersubsidi agar rakyat tidak antre. Ia juga mengatakan bahwa tidak ada kelangkaan LPG 3 kg di pasaran, stok masih tersedia hanya terjadi transisi pembelian
eceran ke pangkalan resmi.
Dengan adanya respons dari masyarakat, diharapkan—distribusi LPG 3 kg dapat berjalan lebih baik
tanpa menimbulkan kesulitan bagi mereka yang membutuhkan. Oleh sebab itu, pemerintah juga perlu
melakukan sosialisasi yang lebih intensif mengenai prosedur baru dan memastikan bahwa
implementasinya tidak memberatkan masyarakat, terutama mereka yang berada di daerah terpencil.