Nilai Akademik dan Dampaknya terhadap Kesehatan Mental MahasiswaKesehatan mental menjadi isu yang krusial di kalangan mahasiswa. Tekanan akademik, lingkungan pergaulan, hingga tuntutan organisasi sering kali memengaruhi kondisi psikologis Mereka. Mahasiswa dituntut untuk berprestasi secara akademik, aktif dalam organisasi, serta mampu menjalani relasi sosial yang sehat.
Dosen Universitas Langlangbuana, dr. Dian Wahyuningsih, S.E., M.Si., menilai nilai akademik memang memiliki pengaruh besar terhadap kondisi mental mahasiswa.Menurutnya, rasa tidak percaya diri dan kesulitan berbaur dengan teman sering menjadi penyebab utama turunnya nilai sekaligus memburuknya kondisi mental.“Dampak nilai bagi mental health itu muncul dari rasa ketidakpercayaan diri mahasiswa terhadap dirinya sendiri. Bukan berarti mereka bodoh, tapi ada masalah yang tidak bisa disampaikan, ditambah kurang motivasi dari diri sendiri,” jelasnya.
Beliau menambahkan bahwa mahasiswa sering kali terlihat murung atau pendiam di kelas, padahal sebenarnya memiliki kemampuan yang baik. Namun, karena kesulitan menyalurkan potensi atau merasa terasing, mereka gagal mencapai hasil akademik yang optimal. Hal ini menunjukkan bahwa nilai bukan hanya hasil dari kecerdasan, tetapi juga cerminan dari kondisi mental mahasiswa.
Dari sisi mahasiswa, Amalia menegaskan bahwa kesehatan mental sangat berpengaruh terhadap semangat belajar sekaligus interaksi sosial di kampus. Menurutnya, beban tugas yang menumpuk, deadline berbarengan, dan materi kuliah yang padat sering kali menjadi sumber stres. Belum lagi jika ditambah dengan masalah pribadi di luar kampus, kondisi mental bisa semakin tertekan.“Banyak mahasiswa merasa dihargai hanya dari nilai. Kalau nilainya jelek, bisa bikin minder, stres, bahkan sampai merasa gagal,” ungkap Amalia. Ia juga menyebutkan bahwa tanda-tanda kesehatan mental terganggu sering terlihat dari rasa cepat lelah, sulit fokus, hingga keengganan untuk berinteraksi dengan orang lain.
Untuk mengatasinya, ia meluangkan waktu untuk aktivitas sederhana seperti mendengarkan musik, berolahraga ringan, atau sekadar menikmati waktu sendiri guna menenangkan pikiran.Baik dosen maupun mahasiswa sepakat bahwa kampus, seharusnya memiliki perhatian yang lebih besar terhadap kesehatan mental. Selama ini, kebijakan kampus dinilai masih lebih menekankan pada capaian akademik. Namun, fasilitas khusus seperti pusat konseling berkelanjutan bagi mahasiswa masih belum tersedia.
“Kayanya dari tadi kita ngebahas kesehatan mental, lebih pilih buat ngadain konseling gratis kali ya, dengan psikolog di sediain aja dikampus”, ujar Amalia Ia menilai seminar motivasi yang sesekali diadakan memang bermanfaat, tetapi sifatnya sementara. Padahal, mahasiswa, terutama yang berada di semester akhir, membutuhkan tempat untuk bercerita, berbagi masalah, dan mendapatkan bimbingan yang lebih personal.Tanpa langkah nyata dari pihak kampus, kesehatan mental mahasiswa akan tetap menjadi isu yang terabaikan. Padahal, keberhasilan mahasiswa tidak hanya ditentukan oleh nilai akademik, tetapi juga oleh kemampuan menjaga keseimbangan mental di tengah tuntutan akademik dan sosial.
Dengan adanya dukungan dari kampus, dosen, teman sebaya, dan keluarga, diharapkan mahasiswa mampu berkembang secara utuh, cerdas secara intelektual, sehat secara mental, dan kuat dalam menghadapi tantangan kehidupan. Karena pada akhirnya, nilai memang penting, tetapi kesehatan mental adalah kunci agar mahasiswa dapat meraih prestasi dengan bahagia dan berkelanjutan
Reporter: Aliya & Giar
Penulis: Monalisa
Desain: Fathir
==========
Narahubung,
Humas LPM Momentum : +62 813-2531-8268 (Safira)
Website : persmomentum.com
YouTube : LPM Momentum
Instagram : @lpm.momentum.unla