Penumpukan sampah di lingkungan Universitas Langlangbuana (UNLA) kembali menjadi sorotan. Meski sebagian area kampus terlihat bersih, kenyataannya masih banyak mahasiswa yang membuang sampah sembarangan. Namun, kondisi ini tidak sepenuhnya disebabkan oleh kurangnya kesadaran mahasiswa, tetapi juga dipengaruhi oleh beberapa kendala yang memperburuk situasi. Seperti keterbatasan jumlah tempat sampah, belum adanya sistem pengelolaan yang terstruktur, serta kurangnya pengawasan terhadap kebersihan kampus menjadi faktor yang saling berkaitan terhadap penyebab menumpuknya sampah di beberapa area kampus.
Kang Dimas, mahasiswa FISIP, menyampaikan bahwa secara umum koridor kampus terlihat bersih, namun ada momen tertentu di mana puntung rokok berserakan. “Alhamdulillah sih kalau dari koridor kampus aman-aman aja, nggak ada sampah menumpuk banget. Cuma ada beberapa saat kayak misalkan puntung-puntung rokok itu berantakan,” ujarnya.
Namun, kondisi ini tidak sepenuhnya mencerminkan situasi di seluruh area kampus. Menurut petugas kebersihan, Pak Edi, sistem pengelolaan sampah masih jauh dari kata maksimal. “Ya kalau menurut saya masih kurang, belum maksimal,” ungkapnya.
Permasalahan ini disebabkan oleh beberapa faktor, salah satunya keterbatasan jumlah tempat sampah. Dimas menilai bahwa setiap gedung atau koridor seharusnya memiliki minimal tiga hingga lima tempat sampah, karena jumlah satu atau dua dianggap masih sangat kurang.
Kedua, sistem pengangkutan sampah yang tidak konsisten. “Itu bisa seminggu sekali, kadang dua minggu satu kali,” jelas Pak Edi. Pengangkutan dilakukan oleh pihak luar, yaitu dari Pemda, sehingga tidak selalu sesuai dengan kebutuhan kampus.
Ketiga, terdapat kendala dari jumlah petugas kebersihan yang tidak sebanding dengan populasi mahasiswa. “Petugas kebersihannya cuma sedikit, terus kapasitas mahasiswa banyak. Jadi otomatis kita tidak, maksudnya bukan tidak ter-handle ya, ter-handle cuman batas waktunya terbatas,” tambah Pak Edi.
Drs. H. Iyer Sudarnaya, S.H., M.H., selaku Kepala Biro Administrasi Umum, menyoroti perilaku mahasiswa yang dinilai belum mencerminkan kepedulian terhadap lingkungan kampus. Ia menyampaikan bahwa mahasiswa terkadang memperlakukan ruang kelas seolah-olah seperti berada di rumah neneknya sendiri.
Penumpukan sampah tidak hanya mengganggu estetika kampus, tetapi juga berpotensi menimbulkan bau tidak sedap serta menjadi sumber penyakit. Area seperti DPR (Dibawah Pohon Rindang), yang seharusnya menjadi tempat mahasiswa berdiskusi & bersantai, justru kini dipenuhi oleh tumpukan sampah.
Selain itu, reputasi kampus juga dipertaruhkan. “Permasalahan ini sedang kami kaji juga dan sudah kami omongkan ke rektorat. Cuman respon beliau masih dalam proses pembentukan,” ujar Bagas.
Bapak Iyer juga menegaskan bahwa citra kampus bisa terpengaruh. “Yang paling untuk harga diri, ini citranya UNLA itu dalam penilaian,” tegas Pak Iyer. Ia bahkan menyebut bahwa reputasi kampus bisa jatuh jika kondisi ini terus dibiarkan.
Solusi yang paling realistis menurut Bagas adalah memperkuat sistem pengelolaan sampah secara masif dan membangun tempat pembuangan akhir di luar kampus. “Pengelolaan sampah ini harus lebih masif lagi agar tidak terjadi penumpukan. Dan yang kedua adalah pembangunan tempat pembuangan pengelolaan sampahnya itu harus dibangun di luar kampus atau bisa MOU-an dengan TPU atau semacamnya,” jelasnya.
Sementara itu, pak Iyer juga menyampaikan bahwa pihak kampus sebenarnya telah berupaya menjaga kebersihan lingkungan, meski hasilnya belum sepenuhnya sempurna. Ia menegaskan bahwa niat menjaga kebersihan sudah menjadi bagian dari komitmen moral kampus, karena “kebersihan adalah sebagian dari iman”, ucapnya.
Beliau juga mendorong mahasiswa untuk turut berperan aktif dalam menjaga kebersihan lingkungan. Menurutnya, kepedulian mahasiswa sangat dibutuhkan, sebab jika sampah terus menumpuk, hal itu bukan hanya mengganggu kenyamanan, tetapi juga dapat menjadi sumber penyakit bagi seluruh warga kampus.
Selain itu, peningkatan jumlah tempat sampah di setiap gedung dan koridor menjadi langkah awal yang penting untuk menciptakan lingkungan kampus yang lebih bersih. Kang Dimas menyarankan agar mahasiswa mulai membiasakan diri menggunakan fasilitas tempat sampah yang tersedia dengan lebih disiplin. “Salah satu solusinya sendiri untuk mahasiswa, membiasakan diri dulu dengan beberapa tong sampah,” ucapnya.
Sejalan dengan hal tersebut, Pak Edi juga menyoroti pentingnya sistem pemilahan sampah yang sebelumnya sempat diterapkan. “Waktu itu udah pernah dipilah-pilah, cuman terkendala waktu jadi terhenti. Tempat buat pembuangnya juga nggak ada.”
Masalah sampah di UNLA bukan sekadar persoalan fasilitas, tetapi cerminan dari kesadaran bersama yang masih perlu dibangun. Dibutuhkan sinergi antara pihak kampus, mahasiswa, dan pemerintah daerah untuk mewujudkan lingkungan yang bersih, sehat, dan layak disebut sebagai ruang belajar. Seperti yang disampaikan oleh Bagas, “Kami akan terus follow up tentang permasalahan sampah, karena ini bukan hanya soal kebersihan, tapi juga soal citra dan kenyamanan kampus.”
Sebab pada akhirnya, wajah kampus bukan hanya ditentukan oleh gedung dan fasilitasnya, melainkan oleh bagaimana seluruh warganya menjaga dan merawatnya bersama.
Penulis & Desain : Keredaksian
==========
Narahubung,
Humas LPM Momentum : +62 813-2531-8268 (Safira)
Website : persmomentum.com
YouTube : LPM Momentum
Instagram : @lpm.momentum.unla